BUKU PANDUAN HAK DAN
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
BAB 1
BUKU
SAKU PERPAJAKAN
1.
PENDAHULUAN
Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari
kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan
bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan
pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak
bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara
untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara
dan pembangunan nasional.
Tanggung
jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaran
di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi
kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang
dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Direktorat
Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan
pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Dalam melaksanakan fungsinya
tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik mungkin memberikan
pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.
Penerbitan buku saku ini merupakan salah satu perwujudan dari fungsi di atas
dengan maksud memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang pelaksanaan
kewajiban perpajakan kepada masyarakat khususnya yang tergolong sebagai Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Sebelum
menjelaskan tentang apa saja yang wajib dilaksanakan oleh Wajib Pajak yang
tergolong dalam Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, perlu disampaikan dalam buku
saku ini tentang jenis dan macam pajak yang berlaku di Indonesia sebagai
tambahan cakrawala pengetahuan perpajakan.
A.
JENIS PAJAK
Penggolongan
pajak berdasarkan lembaga pemungutannya di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2
(dua) yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang
dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian besar dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah
pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi
maupun Kabupaten/Kota.
Segala pengadministrasian yang
berkaitan dengan pajak pusat, akan dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta di Kantor Pusat Direktorat Jenderal
Pajak. Untuk pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak derah, akan
dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau
Kantor sejenisnya yang dibawahi oleh Pemerintah Daerah setempat.
Pajak-pajak
pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1. Pajak Penghasilan
( PPh )
PPh
adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan
penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib
Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian
maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah,
dan lain sebagainya.
2. Pajak Pertambahan
Nilai ( PPN )
PPN
adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang Pribadi, perusahaan,
maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
3. Pajak Penjualan
atas Barang Mewah ( PPnBM )
Selain
dikenakan PPN, atas pengkonsumsian Barang Kena Pajak tertentu yang tergolong
mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral
masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan
dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran,
surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan.
5. Pajak Bumi dan
Bangunan ( PBB )
PBB
adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau
bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi
penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota.
Mulai 1 Januari 2010, PBB Perdesaan dan perkotaan menjadi Pajak
Daerah sepanjang Peraturan Daerah tentang PBB yang terkait dengan Perdesaan dan
Perkotaan telah diterbitkan. Apabila dalam jangka waktu dari 1 Januari 2010 s.d
Paling lambat 31 Desember 2013 Peraturan Daerah belum diterbitkan, maka PBB
Perdesaan dan Perkotaan tersebut masih tetap dipungut oleh Pemerintah Pusat.
Mulai 1 januari 2014, PBB pedesaan dan Perkotaan merupakan pajak daerah. Untuk
PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan masih tetap merupakan Pajak Pusat.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik
Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1. Pajak
Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor ;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Air Permukaan;.
e. Pajak Rokok.
2. Pajak
Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g.
Pajak Parkir.
h. Pajak Air i. Pajak sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan
perkotaan
k. Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan
C. WAJIB PAJAK
Siapa yang digolongkan sebagai Wajib Pajak adalah orang
pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut
pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
D. MANFAAT PAJAK
Sebagaimana
halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara
juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan
sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara
sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari
belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan.
Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah
sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal
dari pajak.
Uang
pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi
seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai
dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang
semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Pajak juga digunakan
untuk mensubsidi barang-barang yang sangat dibutuhkan masyarakat dan juga
membayar utang negara ke luar negeri. Pajak juga digunakan untuk membantu UMKM
baik dalam hal pembinaan dan modal. Dengan demikian jelas bahwa peranan
penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang
jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
Disamping
fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan
fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi
yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena
itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya
secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi
redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial
yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.
BAB 2
HAK
DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
Dalam rangka
untuk lebih memberikan keadilan di bidang perpajakan yaitu antara keseimbangan
hak negara dan hak warga Negara pembayar pajak, maka Undang-Undang Perpajakan
yaitu Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
mengakomodir mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak.
KEWAJIBAN
WAJIB PAJAK ADALAH :
A. KEWAJIBAN MENDAFTARKAN DIRI
Sesuai dengan sistem self
assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke
KPP atau KP2KP yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib
Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Disamping melalui KPP atau
KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-register, yaitu
suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet).
Bagi UMKM baik perseorangan
maupun badan (PT, CV, BUMD, firma, kongsi, koperasi, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik) yang memenuhi syarat
sebagai Wajib Pajak, wajib mendaftarkan sendiri ke KPP atau K2KP untuk
memperoleh NPWP. UMKM milik perseorangan yang wajib memiliki NPWP adalah yang
telah memenuhi
persyarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektifnya adalah orang
pribadi, sedangkan syarat objektifnya adalah memiliki penghasilan yang akan
dikenakan pajak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Dengan memiliki
NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa manfaat langsung lainnya, seperti :
memenuhi salah satu persyaratan ketika melakukan pengurusan Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP), dan salah satu syarat pembuatan Rekening Koran di
bank-bank, dan memenuhi persyaratan untuk bisa mengikuti tender-tender yang
dilakukan oleh Pemerintah.
1. NOMOR POKOK WAJIB
PAJAK ( NPWP )
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap
Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk
memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP, atau KP2KP
dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi
yang diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara on-line melalui
e-register.
Data pendukung yang perlu disiapkan oleh Wajib
Pajak untuk mengisi formulir permohonan antara lain sebagai berikut:
a.
Bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi dokumen yang diperlukan hanya berupa KTP yang masih berlaku.
b. Bagi Wajib Pajak
Badan, dokumen yang diperlukan antara lain :
• Akte Pendirian dan
Perubahannya;
• KTP yang masih berlaku
sebagai penanggung jawab; dan
Kepada Wajib Pajak diberikan Surat Keterangan
Terdaftar (SKT) dan Kartu NPWP diberikan paling lambat 1 (satu) hari kerja
setelah diterimanya permohonan secara lengkap. Perlu diketahui masyarakat bahwa
untuk pengurusan NPWP tersebut di atas TIDAK DIPUNGUT BIAYA
APAPUN.
2. PENGUKUHAN
PENGUSAHA KENA PAJAK ( PKP )
Bagi UMKM yang
telah memiliki NPWP, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh
KPP atau KP2KP apabila telah memenuhi persyaratan tertentu. Syarat untuk
dikukuhkan sebagai PKP adalah pengusaha orang pribadi atau badan tersebut
melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah
peredaran bruto/penerimaan bruto (omzet) melebihi Rp. 600.000.000,-
setahun. UMKM yang tidak memenuhi persyaratan, dapat juga melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Bagi pengusaha yang telah diukuhkan sebagai PKP,
diwajibkan untuk memungut PPN dari setiap pembeli/pemakai jasanya dengan
menerbitkan faktur pajak. PPN yang sudah dipungut, kemudian dilaporkan dalam
laporan bulanan (SPT Masa) dan apabila ternyata ada PPN yang harus disetor ke
bank atau kantor pos, maka harus disetor terlebih dahulu sebelum dilaporkan ke
ke KPP tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar. KPP atau KP2KP akan melakukan
penelitian mengenai keberadaan dan kegiatan usaha di tempat usaha Wajib Pajak
yang telah dikukuhkan sebagai PKP tersebut.
B.
KEWAJIBAN PEMBAYARAN, PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, DAN -
PELAPORAN PAJAK
Wajib Pajak UMKM
(orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya harus
sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri
penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
1. PEMBAYARAN PAJAK
Mekanisme Pembayaran Pajak :
a.
Membayar
sendiri pajak yang terutang :
Pembayaran angsuran PPh setiap
bulan (PPh Pasal 25).
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu
pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk
meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu
tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang
pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak tersebut setiap bulan.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
yang sumber penghasilannya dari usaha dan pekerjaan bebas, pembayaran angsuran
PPh Pasal 25 terbagi atas 2 yaitu :
1.
Angsuran
PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT).
Wajib
Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah wajib pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha penjualan barang baik secara grosir maupun eceran dan
usaha penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha termasuk
yang memiliki tempat usaha yang berbeda dengan tempat tinggal.
Angsuran
PPh Pasal 25 Wajib Pajak OPPT :
0,75
% x jumlah peredaran usaha (omzet) setiap bulan dari masing-masing tempat
usaha.
2.
Angsuran
PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (OPPT)
Wajib
Pajak Orang Pribadi adalah orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha tanpa
melalui tempat usaha misalnya sebagai pekerja bebas atau sebagai karyawan.
Angsuran
PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu :
Penghasilan
Kena Pajak x Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh : 12 bulan.
2. PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN
PAJAK
Selain
pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang
dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak
pemberi penghasilan. Pihak pemberi penghasilan adalah pihak yang ditunjuk
berdasarkan ketentuan perpajakan untuk memotong/memungut, antara lain yang
ditunjuk tersebut adalah badan Pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya. Apabila Wajib Pajak tergolong sebagai subjek pajak badan dalam
negeri, maka diwajibkan juga sebagai pemotong/pemungutan pajak
Adapun
jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23,
PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh Pasal 15 dan PPN dan PPn BM.
Adapun definisi dari masing-masing pajak tersebut adalah
sebagai berikut :
Pajak
Penghasilan Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak pemberi
penghasilan kepada oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan
dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. Misalnya pembayaran gaji yang
diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan pemberi kerja.
Wajib
Pajak berbentuk badan ditunjuk oleh UU Perpajakan sebagai pemotong PPh Pasal 21
atas penghasilan yang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan
karyawannya. UMKM perseorangan dapat juga ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal
21 sepanjang ada penunjukannya dari KPP tempat UMKM terdaftar.
3. PELAPORAN
Sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai
fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau
pelunasan pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui
mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak
pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong
atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan.
Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib
Pajak maupun aparatur pajak.
Pelaporan
pajak disampaikan ke KPP atau KP2KP dimana Wajib Pajak UMKM terdaftar. SPT
dapat dibedakan sebagai berikut :
1) SPT
Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. Ada beberapa SPT
Masa :
- Pajak Penghasilan Pasal 21
- Pajak Penghasilan Pasal 22,
- Pajak Penghasilan Pasal 23,
- Pajak Penghasilan Pasal 25,
- Pajak Penghasilan Pasal 26,
- Pajak Penghasilan Pasal 4 (2)
- Pajak Penghasilan Pasal 15
- Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Barang Mewah
- Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
2) SPT
Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada beberapa jenis
SPT Tahunan :
- Badan
- Orang Pribadi
Saat ini
khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik (on-line)
melalui aplikasi e-filing. Penyampaian SPT Tahunan PPh juga dapat dilakukan
secara online melalui aplikasi e-SPT.
Keterlambatan
pelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), dan
untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu
rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi khususnya
mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu
rupiah), dan SPT Tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta
rupiah).
C. KEWAJIBAN
DALAM HAL DIPERIKSA
Untuk
menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, Direktur
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Pelaksanaan
pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap Wajib
Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Kewajiban
Wajib Pajak yang diperiksa adalah :
1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan
sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
2. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang Menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelolah
secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Khusus
untuk Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk
mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelolah secara elektronik.
3. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang
yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan.
4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh
Akuntan Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang
diperlukan.
D. KEWAJIBAN MEMBERI DATA
Setiap
instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data
dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak
yang ketentuannya diatur pada Pasal 35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun
2009.
Dalam
rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai
konsekuensi penerapan sistem self assessment, data dan informasi yang
berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga,
asosiasi, dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data
dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang
dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau
kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data
transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan
dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar
Direktorat Jenderal Pajak.
Setiap
orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan data dan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah). Sedangkan untuk setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan
tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain (kewajiban memberikan data
dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah).
HAK
WAJIB PAJAK ADALAH :
A. HAK ATAS
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Dalam
hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari
jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau
dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka Wajib
Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan
sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Untuk
Wajib Pajak masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN
sejak permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa
pemeriksaan.
Wajib Pajak
dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua
cara :
1. Melalui
Surat Pemberitahuan (SPT),
2. Dengan
mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak.
Apabila
Direktorat Jenderal Pajak terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang
semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan
maksimum 24 bulan.
B. HAK DALAM HAL WAJIB PAJAK
DILAKUKAN PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN
Direktorat
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dengan tujuan menguji kepatuhan
Wajib Pajak dan tujuan lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam
hal dilakukan pemeriksaan, Wajib Pajak berhak :
-
Meminta Surat Perintah Pemeriksaan
-
Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa
-
Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
-
Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT
- untuk
hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas
waktu yang ditentukan.
Berdasarkan
ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat
dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan
Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat
diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak
datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan
tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
Pemeriksaan
Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat
diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal
Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
C. HAK UNTUK MENGAJUKAN
KEBERATAN, BANDING & PENINJAUAN
KEMABALI
Berdasarkan
hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan
diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak
terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika Wajib Pajak tidak
sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut.
Selanjutya apabila belum puas dengan keputusan keberatan tersebut maka Wajib
Pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh
Wajib Pajak dalam sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
Penetapan
pajak dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Jenis-jenis ketetapan yag
dikeluarkan adalah : Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat
diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi
administrasi dapat berupa denda, bungan, dan kenaikan.
1. KEBERATAN
Wajib
Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak
dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak
paling lambat 3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak
tanggal pemotongan atau pemungutan kecuali apabila Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaannya., dan atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan
memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak
surat keberatan diterima.
Syarat
pengajuan keberatan adalah :
·
Mengajukan surat keberatan kepada
Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB,
SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.
·
Diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang menurut perhitungan
Wajib Pajak dengan menyebutkan alasan-alasan yang jelas.
·
Keberatan harus diajukan dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak
dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar
kekuasaannya.
·
Keberatan yang tidak memenuhi
persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak
dipertimbangkan.
·
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang
masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Perlu
diketahui bahwa apabila permohonan keberatan Wajib Pajak ditolak dan Wajib
Pajak tidak mengajukan banding maka Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan
keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
2. BANDING
Apabila
Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan
yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan
Pajak. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam
waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima dilampiri surat Keputusan
Keberatan tersebut. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat
Banding. Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas)
bulan sejak Surat Banding diterima.
Dalam
hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah
pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan.
3.
PENINJAUAN KEMBALI ( PK )
Apabila
Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih
memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan
Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung
melalui Pengadilan Pajak.
Pengajuan
permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan
terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan
Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti
tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.
Mahkamah Agung mengambil keputusan
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.
D. HAK-HAK
WAJIB PAJAK LAINNYA
-
Hak Kerahasiaan Bagi Wajib Pajak
Wajib
Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah
disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan
ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang
perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga
ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Kerahasiaan
Wajib Pajak antara lain :
·
Surat Pemberitahuan, laporan
keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
·
Data dari pihak ketiga yang bersifat
rahasia;
·
Dokumen atau rahasia Wajib Pajak
lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Namun
demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan
instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang
Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
- Hak Untuk
Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran
Dalam
hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda
pembayaran pajak.
- Hak Untuk
Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan
alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian
SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Orang Pribadi.
- Hak Untuk
Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan
alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya
angsuran PPh Pasal 25.
- Hak Untuk
Pengurangan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)
Wajib
Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada
hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta
dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak
anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat
mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang. Khusus untuk Pajak Bumi
dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah dialihkan ke Pemerintah
Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan untuk pengurangan PBB tidak lagi di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) tetapi di Kantor Dinas Pendapatan Kota/kabupaten
setempat.
- Hak Untuk
Pembebasan Pajak
Dengan
alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas
pemotongan/ pemungutan Pajak Penghasilan.
- Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib
Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat
diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka
waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal
permohonan.
- Hak Untuk
Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam
rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana
pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh
kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
- Hak Untuk
Mendapatkan Insentif Perpajakan
Di
bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan
fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan
dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut,
Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI yang diimpor maupun yang penyerahannya di
dalam daerah pabean oleh Wajib Pajak tertentu. Perusahaan yang melakukan
kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN
Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pajak
Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan
Masyarakat
Jobapri.blogspot.com@maret2013
Apakah Anda membutuhkan pinjaman untuk membayar tagihan, mengembangkan bisnis skala kecil atau menengah Anda? Ibu Elizabeth Louis Pinjaman Perusahaan memberikan kesempatan untuk membuat impian Anda menjadi kenyataan dengan memberikan pinjaman kepada individu swasta atau pemerintah dan Perusahaan dengan tingkat bunga 2% untuk awal untuk setiap jumlah yang dibutuhkan dan dengan jadwal pembayaran yang fleksibel. Hubungi Ibu Elizabeth Louis untuk LOAN Anda hari ini melalui email: elizabethlouisloancompany@gmail.com
BalasHapus